Berjuta titik-titik lampu Kota Delhi
menyambut kedatangan saya dari atas awan. Penerangan dalam kabin peawat pun
dimatikan, hingga yang terasa hanya keheningan. Ada ragu di luar sana. Ragu akan
semua misteri, apa yang akan terjadi nanti. Ragu, ya ragu. Andai saya bisa
kembali dan membatalkan perjalanan ini. Tapi saya sudah terbang di antara
bintang.
Pesawat mendarat dengan lancar pada
pukul 20.00 waktu setempat. Tempat kedatangan internasional di Indira Gandhi
International Airport pun terlihat lengang. Ini pertama kalinya saya pergi ke
luar negeri. Tempat pertama yang saya tuju adalah imigrasi bandara untuk
membuat Visa on Arrival. Terlihat beberapa orang membawa tas berjalan menuju
pintu keluar bandara. Masalah pun terjadi, karena visa on arrival hanya berlaku
30 hari, sedangkan saya berada di India dihitung dari tiket pesawat saya adalah
31 hari.
Di bagian imigrasi ini pun saya
bertemu dengan dua orang Indonesia. Ketika saya bingung akan tinggal di mana,
karena catatan saya yang berisi alamat KBRI (tempat tinggal sementara) tidak
terbawa, mereka menyarankan saya untuk menulis “Embassy of Indonesia”. Dari sana
saya tahu, bahwa lokasi tempat tinggal haruslah jelas sebelum pergi. Itu persyaratan
mutlak imigrasi. Namun, orang-orang India di pelayanan visa on arrival ini
sungguh baik. Mungkin karena lagi-lagi saya perempuan, dan sendirian.
Seorang pegawai perempuan dari
maskapai yang saya tumpangi, mencari saya di bagian visa on arrival untuk
memberitahukan bahwa kopor saya ada padanya, dia menawarkan untuk
membawakannya. Begitu ramahnya dia, sehingga memberikan nomor contact maskapai untuk
masalah rencana saya yang akan mengubah jadwal tiket pulang. Sekitar 30 menit
kemudian, lolos lah saya dari pihak imigrasi. Selanjutnya adalah mencari teman
yang saya kenal dari couchsurfing.org. Rencananya dia akan menjemput saya dan
saya akan tinggal di rumahnya selama sehari sebelum saya pergi ke KBRI
Indonesia. Tapi saya lupa meminta alamatnya yang di India, sehingga memang dia
yang harus menjemput saya.
Akhirnya saya bisa keluar dan
mencari penjual sim card India. Namun siapa sangka, untuk membeli sim card di
sini harus menyertakan pas foto, fotocopy paspor, dan tentu saja alamat tempat
tinggal yang jelas. Tempat tinggal? Lha saya mau tinggal di mana? Saya tak tahu
Rajeev tinggal di mana, alamat KBRI juga lupa saya bawa. Karena saya tidak bisa
mendapatkan sim card itu untuk menghubungi teman saya, Rajeev, maka saya
langsung mencari telepon umum terdekat.
Berkali-kali saya hubungi Rajeev,
tapi tak ada balasan. Mungkin dia sedang dalam perjalanan. Lalu tiba-tiba Rajeev
membalas menelepon ke telepon umum itu. Dan dia ternyata sudah menunggu di luar
pintu. Alhamdulilah…
Wuzzzzzz, ketika keluar dari
bandara, udara malam di Delhi yang hanya 12 derajat celcius membuat bulu kudu
saya berdiri. Dari Surabaya yang panas, memang suhu seperti ini terasa begitu
dingin. Tidak seberapa ramai, namun berjajar orang-orang India dengan membawa
tulisan nama orang yang akan dijemputnya. Tapi tak ada nama saya. Ya iyalah,
emang siapa saya. Tampaklah Rajeev dengan muka brewok dan perawakan tinggi
besarnya, dengan celana dan sandal gunung. Kami pun segera melangkah ke
parkiran sepeda motor dengan jarak hampir 500 meter. Saya harus menarik kopor,
dan membawa tas ransel di belakang, dengan tas kamera di samping. Lumayan merepotkan
untuk misi internship ini karena saya lebih terbiasa dengan ransel daripada
koper. Tapi ya karena ini misi professional, saya coba menyesuaikan gaya
sedikit lah. :D
Di bagian belakang motor Rajeev,
terdapat besi sebagai tempat untuk menaruh barang bawaan. Khas sekali motor ini
memang sudah sering digunakan untuk berpetualang. Dia sudah sering pergi dari
Delhi ke Ladakh bersama para traveler dari manca negara. Jalanan Delhi di malam
hari yang lengang pada pukul 23.00 waktu setempat. Tampak jalan besar yang
terlihat seperti jalan dari Jembatan Suramadu ke arah Surabaya Utara, atau
jalan-jalan layang di sekitar Waru yang mengarah ke Sidoarjo. Ada truk-truk
besar yang lewat. Rajeev yang bertampang serem ini pun sebenarnya adalah kutu
buku baik hati dan hobi nyanyi. Terbukti suaranya sangat bagus saat
bersenandung si atas sepeda motor. Dia mengambil master di komunikasi masa dan
menjadi pembuat film freelance. Sehingga saya benar-benar yakin kalau style dia
adalah hasil PENCITRAAN belaka. Itulah kesan awal saya terhadap dia.
Dan yang paling penting ketika
melintasi malam-malam di Delhi bersama Rajeev adalah, SAYA LAPAR DAN KEDINGINAN!
Akhirnya kami memutuskan untuk makan di McD dekat rumah Rajeev. Jauh-jauh ke
India, makannya tetap di McD. Hampir tidak ada perbedaan dalam penyajian
menu-menunya.
Sampai juga di rumahnya. Ternyata adalah
sebuah flat yang berisi dua kamar. Dia tinggal di sana bersama teman kuliahnya,
Tarun. Namun, pada hari itu Tarun tak ada di sana. Sehingga kamar milik Tarun
yang lebih bersih kosong. Di kamar itulah saya tahu, siapa Rajeev sebenarnya,
kesukaannya, dan pandangannya mengenai beberapa hal. Yang jelas, lebih tampan
kalau jenggotnya dipotong pendek.
Hari kedua di Delhi yang sangat
tolol adalah, alarm saya berbunyi di pagi yang sangat dingin. Jam 7 pagi waktu
setempat, saya terburu keluar dan ternyata langit masih gelap seperti jam 5
pagi. Saya bergegas kembali ke tempat tidur, dan melanjutkan istirahat saya. Entahlah,
prinsip “traveling tidak untuk pindah tidur” itu lenyap ke mana. Udara dingin layaknya
pagi di Blitar membuat saya malas bergegas. Homey. Suasananya mirip di rumah.
:p
Di tengah suasana di sana yang sangat
dingin, saya tidak tahu harus mandi dengan cara apa. Tidak ada kran pemanas
air, tidak ada kompor untuk memasak air. Atau mungkin orang-orang sudah
terbiasa mandi dengan air sedingin ini. Saya memutuskan mandi dengan air kran
yang rasanya bagai mandi pagi saat MK jurusan di Cuban Rondho ground paling
atas. Menusuk kulit dan tulang saya.
Rajeev yang baru bangun tidur sesaat
setelah saya selesai mandi, langsung kaget dan berkata bahwa heaternya ada di
bawah meja. Berbentuk elemen yang dicelupkan ke dalam ember. Oh, saya terbiasa
tinggal di daerah panas yang tidak memerlukan air panas saat mandi. Kejutan kedua
pagi itu adalah Rajeev memberi tahu saya, bahwa dia ada kuliah pagi ini, dan
tidak bisa mengantar saya ke KBRI. Oh my… I’m lost in Delhi!
#Tunggu
Lanjutan Ceritanya!
4 comments:
huaaaaaaaa mbanyol koooooon, wkwkwkwk bagian yang paling kusukai adalah ketika telepon umum di India bisa telpon balik, hwow amazing, (di Indonesia ga ada soalnya)hha :p
trus yg kedua yaitu rajeev yang lebih ganteng klo brewoknya dicukur pendek, hhhe knapa gak kmu suru ke salon aja dia boi, di make over dikit jambangnya, hahaha hmmm ditunggu ceritanya boi, smg taun depan misiku go internasional (Cina/ thailand)berhasil aaaammiiiinn
soalnya telepon umumnya kaya wartel gitu boi, jadi bisa ditelepon balik. amin, aku juga ingin menyusulmu ke Baitullah boi....
hahaha pasti seru banget klo telpon indonesia bisa kaya gitu whahahah
amiiiin amiiin ... btw monggo mampir ke postingan umroh ku, hehehe http://tsabitabee.blogspot.com/2012/04/my-spiritual-journey.html
Mbak, saya mau nanya dong :)
Untuk visa on arrival, apa aja yg diperlukan ya? Perlu bukti tabungan jg gak? Makasih :)
naartha@hotmail.com
Post a Comment
Kasih comment plis....