Pages

08 May 2012

Lost in Delhi: Cowok Brewok dan Cuban Rondho

            Berjuta titik-titik lampu Kota Delhi menyambut kedatangan saya dari atas awan. Penerangan dalam kabin peawat pun dimatikan, hingga yang terasa hanya keheningan. Ada ragu di luar sana. Ragu akan semua misteri, apa yang akan terjadi nanti. Ragu, ya ragu. Andai saya bisa kembali dan membatalkan perjalanan ini. Tapi saya sudah terbang di antara bintang.
            Pesawat mendarat dengan lancar pada pukul 20.00 waktu setempat. Tempat kedatangan internasional di Indira Gandhi International Airport pun terlihat lengang. Ini pertama kalinya saya pergi ke luar negeri. Tempat pertama yang saya tuju adalah imigrasi bandara untuk membuat Visa on Arrival. Terlihat beberapa orang membawa tas berjalan menuju pintu keluar bandara. Masalah pun terjadi, karena visa on arrival hanya berlaku 30 hari, sedangkan saya berada di India dihitung dari tiket pesawat saya adalah 31 hari.
            Di bagian imigrasi ini pun saya bertemu dengan dua orang Indonesia. Ketika saya bingung akan tinggal di mana, karena catatan saya yang berisi alamat KBRI (tempat tinggal sementara) tidak terbawa, mereka menyarankan saya untuk menulis “Embassy of Indonesia”. Dari sana saya tahu, bahwa lokasi tempat tinggal haruslah jelas sebelum pergi. Itu persyaratan mutlak imigrasi. Namun, orang-orang India di pelayanan visa on arrival ini sungguh baik. Mungkin karena lagi-lagi saya perempuan, dan sendirian. 

            Seorang pegawai perempuan dari maskapai yang saya tumpangi, mencari saya di bagian visa on arrival untuk memberitahukan bahwa kopor saya ada padanya, dia menawarkan untuk membawakannya. Begitu ramahnya dia, sehingga memberikan nomor contact maskapai untuk masalah rencana saya yang akan mengubah jadwal tiket pulang. Sekitar 30 menit kemudian, lolos lah saya dari pihak imigrasi. Selanjutnya adalah mencari teman yang saya kenal dari couchsurfing.org. Rencananya dia akan menjemput saya dan saya akan tinggal di rumahnya selama sehari sebelum saya pergi ke KBRI Indonesia. Tapi saya lupa meminta alamatnya yang di India, sehingga memang dia yang harus menjemput saya.
            Akhirnya saya bisa keluar dan mencari penjual sim card India. Namun siapa sangka, untuk membeli sim card di sini harus menyertakan pas foto, fotocopy paspor, dan tentu saja alamat tempat tinggal yang jelas. Tempat tinggal? Lha saya mau tinggal di mana? Saya tak tahu Rajeev tinggal di mana, alamat KBRI juga lupa saya bawa. Karena saya tidak bisa mendapatkan sim card itu untuk menghubungi teman saya, Rajeev, maka saya langsung mencari telepon umum terdekat.
            Berkali-kali saya hubungi Rajeev, tapi tak ada balasan. Mungkin dia sedang dalam perjalanan. Lalu tiba-tiba Rajeev membalas menelepon ke telepon umum itu. Dan dia ternyata sudah menunggu di luar pintu. Alhamdulilah…
            Wuzzzzzz, ketika keluar dari bandara, udara malam di Delhi yang hanya 12 derajat celcius membuat bulu kudu saya berdiri. Dari Surabaya yang panas, memang suhu seperti ini terasa begitu dingin. Tidak seberapa ramai, namun berjajar orang-orang India dengan membawa tulisan nama orang yang akan dijemputnya. Tapi tak ada nama saya. Ya iyalah, emang siapa saya. Tampaklah Rajeev dengan muka brewok dan perawakan tinggi besarnya, dengan celana dan sandal gunung. Kami pun segera melangkah ke parkiran sepeda motor dengan jarak hampir 500 meter. Saya harus menarik kopor, dan membawa tas ransel di belakang, dengan tas kamera di samping. Lumayan merepotkan untuk misi internship ini karena saya lebih terbiasa dengan ransel daripada koper. Tapi ya karena ini misi professional, saya coba menyesuaikan gaya sedikit lah. :D

            Di bagian belakang motor Rajeev, terdapat besi sebagai tempat untuk menaruh barang bawaan. Khas sekali motor ini memang sudah sering digunakan untuk berpetualang. Dia sudah sering pergi dari Delhi ke Ladakh bersama para traveler dari manca negara. Jalanan Delhi di malam hari yang lengang pada pukul 23.00 waktu setempat. Tampak jalan besar yang terlihat seperti jalan dari Jembatan Suramadu ke arah Surabaya Utara, atau jalan-jalan layang di sekitar Waru yang mengarah ke Sidoarjo. Ada truk-truk besar yang lewat. Rajeev yang bertampang serem ini pun sebenarnya adalah kutu buku baik hati dan hobi nyanyi. Terbukti suaranya sangat bagus saat bersenandung si atas sepeda motor. Dia mengambil master di komunikasi masa dan menjadi pembuat film freelance. Sehingga saya benar-benar yakin kalau style dia adalah hasil PENCITRAAN belaka. Itulah kesan awal saya terhadap dia.
            Dan yang paling penting ketika melintasi malam-malam di Delhi bersama Rajeev adalah, SAYA LAPAR DAN KEDINGINAN! Akhirnya kami memutuskan untuk makan di McD dekat rumah Rajeev. Jauh-jauh ke India, makannya tetap di McD. Hampir tidak ada perbedaan dalam penyajian menu-menunya.
            Sampai juga di rumahnya. Ternyata adalah sebuah flat yang berisi dua kamar. Dia tinggal di sana bersama teman kuliahnya, Tarun. Namun, pada hari itu Tarun tak ada di sana. Sehingga kamar milik Tarun yang lebih bersih kosong. Di kamar itulah saya tahu, siapa Rajeev sebenarnya, kesukaannya, dan pandangannya mengenai beberapa hal. Yang jelas, lebih tampan kalau jenggotnya dipotong pendek.
            Hari kedua di Delhi yang sangat tolol adalah, alarm saya berbunyi di pagi yang sangat dingin. Jam 7 pagi waktu setempat, saya terburu keluar dan ternyata langit masih gelap seperti jam 5 pagi. Saya bergegas kembali ke tempat tidur, dan melanjutkan istirahat saya. Entahlah, prinsip “traveling tidak untuk pindah tidur” itu lenyap ke mana. Udara dingin layaknya pagi di Blitar membuat saya malas bergegas. Homey. Suasananya mirip di rumah. :p
            Di tengah suasana di sana yang sangat dingin, saya tidak tahu harus mandi dengan cara apa. Tidak ada kran pemanas air, tidak ada kompor untuk memasak air. Atau mungkin orang-orang sudah terbiasa mandi dengan air sedingin ini. Saya memutuskan mandi dengan air kran yang rasanya bagai mandi pagi saat MK jurusan di Cuban Rondho ground paling atas. Menusuk kulit dan tulang saya.
            Rajeev yang baru bangun tidur sesaat setelah saya selesai mandi, langsung kaget dan berkata bahwa heaternya ada di bawah meja. Berbentuk elemen yang dicelupkan ke dalam ember. Oh, saya terbiasa tinggal di daerah panas yang tidak memerlukan air panas saat mandi. Kejutan kedua pagi itu adalah Rajeev memberi tahu saya, bahwa dia ada kuliah pagi ini, dan tidak bisa mengantar saya ke KBRI. Oh my… I’m lost in Delhi!


#Tunggu Lanjutan Ceritanya!

4 comments:

Tsabita Shabrina (bita) said...

huaaaaaaaa mbanyol koooooon, wkwkwkwk bagian yang paling kusukai adalah ketika telepon umum di India bisa telpon balik, hwow amazing, (di Indonesia ga ada soalnya)hha :p
trus yg kedua yaitu rajeev yang lebih ganteng klo brewoknya dicukur pendek, hhhe knapa gak kmu suru ke salon aja dia boi, di make over dikit jambangnya, hahaha hmmm ditunggu ceritanya boi, smg taun depan misiku go internasional (Cina/ thailand)berhasil aaaammiiiinn

Dinar Okti Noor Satitah said...

soalnya telepon umumnya kaya wartel gitu boi, jadi bisa ditelepon balik. amin, aku juga ingin menyusulmu ke Baitullah boi....

Tsabita Shabrina (bita) said...

hahaha pasti seru banget klo telpon indonesia bisa kaya gitu whahahah

amiiiin amiiin ... btw monggo mampir ke postingan umroh ku, hehehe http://tsabitabee.blogspot.com/2012/04/my-spiritual-journey.html

artha said...

Mbak, saya mau nanya dong :)
Untuk visa on arrival, apa aja yg diperlukan ya? Perlu bukti tabungan jg gak? Makasih :)



naartha@hotmail.com

Post a Comment

Kasih comment plis....

Powered By Blogger