oleh Dinar Okti Noor Satitah
ASEAN Way dapat dikatakan sebagai cara-cara ASEAN dalam menanggapi dan menanggulangi permasalahan yang ada. Secara sederhana ASEAN Way juga merupakan suatu pembentukan identitas bagi negara-negara Asia Tenggara di tengah maraknya dominasi negara-negara Barat dan juga negara maju. ASEAN Way dapat menjadi suatu pedoman bagi negara Asia Tenggara khususnya untuk bertindak atau dalam menyelesaikan masalah. Beberapa karakteristik dari konsep ASEAN Way antara lain adalah penghormatan terhadap kedaulatan masing-masing negara anggotanya dengan tidak melakukan interensi terhadap masalah internal negara lain, mengusahakan resolusi konflik dengan cara-cara damai serta tidak menggunakan ancaman kekerasan. Metode yang digunakan dalam manajemen konflik melalui konsep ASEAN Way umumnya didasarkan pada musyawarah atau konsensus. Hal ini untuk mencegah pihak-pihak yang memiliki pengaruh besar untuk bertindak sewenang-wenang.
ASEAN Way mendorong negara – negara di kawasan asia tenggara untuk mencari cara untuk bekerja sama secara maksimal dengan cara dialog serta konsultasi. Proposal dari Thailand untuk “flexible engagement” di tahun 1998 merupakan terobosan baru untuk perubahan cara diplomasi di ASEAN. Flexible engagement yang dimaksud diatas adalah perbincangan yang dilakukan oleh negara – negara anggota ASEAN untuk membicarakan tentang masalah – masalah domestik serta kebijakan didalam negeri negara anggota ASEAN tanpa ada maksud untuk mengintervensi negara satu sama lain. Proposal dari Thailand tersebut awalnya tidak diterima oleh negara – negara anggota ASEAN, kecuali Filipina, karena menganggap proposal tersebut sebagai pelanggaran intervensi isu domestik suatu negara.
Selain itu, mekanisme yang digunakan adalah pendekatan secara informal. Pendekatan secara informal ini dimaksudkan agar mencairkan ketegangan yang umum terjadi pada pihak-pihak yang berselisih. Dengan memanfaatkan nilai positif dari mekanisme ini, maka penyelesaian konflik dengan cara-cara yang damai dapat dicapai. Pada masa awal terbentuknya ASEAN, salah satu isu yang menjadi bahasan utama adalah mengenai keamanan.Salah satu produk ASEAN dalam menanggapi isu keamanan adalah deklarasi ZOPFAN ( Zone of Peace, Freedom and Neutrality) pada bulan November 1971. Konsep ZOPFAN di sini bertujuan untuk menjaga stabilitas keamanan, menjamin kebebasan serta melindungi regional Asia Tenggara dari campur tangan pihak asing.
Dicetuskannya kebijakan rapprochement dengan Barat dan Cina oleh Michael Gorbachev, telah menandakan bahwa geopolitik Cold War telah berakhir di kawasan Asia Tenggara. Hal ini terbukti dengan adanya penarikan pasukan Vietnam yang menginvasi Kamboja dan ditanda tanganinya Paris Peace Settlement tahun 1991. Meskipun di sisi lain hal ini memiliki dampak positif, akan tetapi di satu sisi lainnya juga mendorong para pemimpin regional untuk mengedepankan pola-pola shared vision untuk masing-masing kawasan mereka pasca Cold War. Dalam konteks kawasan Asia Tenggara, para negara anggota saling berusaha untuk dapat melakukan kesepakatan-kesepakatan dengan Amerika Serikat dan Cina sebagai negara terkuat yang muncul ketika masa itu demi memberikan implikasi positif bagi keamanan regional.
Survei tentang inisiatif kebijakan luar negeri ASEAN telah mengungkapkan gambaran yang kompleks dan tidak konsisten mengenai pengambilan keputusan dalam organisasi tersebut. Untuk membuat lebih mudah diakses penilaian sistematisnya, inisiatif kebijakan luar negeri ASEAN bisa dikategorikan, pertama, kepatuhan dengan norma konsultasi dan mencari konsensus dalam proses pengambilan keputusan dan, kedua, menurut konkordansi dengan ASEAN tentang konsensus mengenai isu kebijakan. Kriteria pertama terlihat ketat pada proses kebijakan sedangkan yang kedua menilai substansi kebijakan. Akibatnya, empat kategori kasus dapat dibedakan: Inisiatif yang mengikuti norma-norma prosedural dalam proses pengambilan keputusan dan tidak memerlukan negosiasi substansial untuk posisi kebijakan, inisiatif yang sesuai dengan norma-norma konsultasi dan konsensus tetapi harus mengatasi perbedaan pendapat yang besar, inisiatif yang tidak mengikuti norma-norma prosedural namun kebijakan yang diusulkan tidak bertentangan dengan sensitivitas mitra ASEAN atau pemahaman sebelumnya, inisiatif yang melanggar norma-norma prosedural dan bertentangan dengan kepekaan anggota lain, atau perjanjian sebelumnya (Nischalke, 2000: 103).
Meskipun tidak menjadi kebijakan resmi, deklarasi tersebut merugikan ASEAN dan memberi kesan yang akurat dari perpecahan. Dalam dua lainnya, kasus yang lebih baru, inisiatif sepihak yang mengabaikan norma-norma prosedural dan keprihatinan fundamental strategis dari mitra ASEAN, meskipun bergantung pada dukungan ASEAN. Menariknya, salah satu fitur umum dari kebanyakan inisiatif mengabaikan "cara ASEAN" justru adalah adanya keterlibatan aktor non-kementerian luar negeri. Departemen Luar Negeri memenuhi peran sebagai repositori dari "cara ASEAN", sebagai pejabat mereka berpengalaman dalam prosedur ASEAN (Nischalke, 2000: 104). Secara keseluruhan, tidak sesuai dengan "cara ASEAN" telah terlalu biasa, dan pengaruh eksternal terlalu kuat, untuk mendukung gagasan masyarakat. Sementara kohesi eksternal ASEAN telah mengesankan, hal yang sama tidak dapat dikatakan tentang kepatuhan terhadap proses hukum dalam pengambilan keputusan atau adanya pandangan kebijakan bersama (Nischalke, 2000: 106).
Kesimpulan
Pengambil keputusan di negara-negara ASEAN telah menunjukkan keengganan untuk mematuhi norma konsultasi dan konsensus. ASEAN telah membentuk sebuah komunitas kenyamanan berdasarkan pertimbangan fungsional daripada komunitas visi bersama. Temuan ini melemparkan keraguan pada keoptimisan ASEAN sebagai komunitas keamanan yang muncul. Secara sederhana ASEAN Way juga merupakan suatu pembentukan identitas bagi negara-negara Asia Tenggara di tengah maraknya dominasi negara-negara Barat dan juga negara maju. ASEAN Way dapat menjadi suatu pedoman bagi negara Asia Tenggara khususnya untuk bertindak atau dalam menyelesaikan masalah. Perlu ada konsep dan perencanaan terobosan untuk mengakselerasi integrasi ASEAN sesuai kepentingan negara-negara anggota. Dalam banyak hal "ASEAN Way" kurang signifikan dalam menuntaskan sejumlah persoalan internal karena masih terkendala faktor psikologis domestik dan ego masing-masing anggota.
REFERENSI
Nischalke, Tobias Ingo. 2000. Insights from ASEAN’s Foreign Policy Co-operation: The “ASEAN Way”, a Real Spirit or a Phantom? Dalam Contemporary Southeast Asia, Volume 22, Number 1, April.
“ASEAN Way” online dalam http://politik.kompasiana.com/2011/01/15/asean-way/ diakses pada26 Mei 2011 pukul 11.04
0 comments:
Post a Comment
Kasih comment plis....