Tiket itu saya
beli di stasiun kereta Hua Lamphong, Bangkok, sehari sebelumnya. Hanya perlu
menaiki MRT ke terminal Hua Lamphong, selama 15 menit. Dan ternyata pintu
keluar 3 terminal MRT Hua Lamphong itu sudah merupakan wilayah stasiun kereta Hua
Lamphong. Sudah, tidak usah cemburu. Transportasi di Bangkok tidak perlu
dibandingkan dengan Jakarta atau Surabaya. Sama seperti membandingkan langit
dan bumi.
Stasiun Hua Lamphong |
Saya membeli
kereta ekonomi kelas 2 dengan tujuan Nongkhai, karena sudah terbiasa dengan
perjalanan jauh, sehingga tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk menaiki
kereta sleeper yang biasanya dinaiki pelancong bule. Mengingatkan saya akan
perjalanan beberapa tahun lalu, naik kereta api dari Bandung ke Blitar
sendirian. Kereta dari Bangkok ke Nongkhai ini seharga 253 Bath atau sekitar Rp
80rb.
Dengan tergesa
saya berlari ke stasiun, berharap kereta itu masih menunggu saya. Maklum, siang
harinya tergiur ajakan Fany (teman sekamar) untuk berkeliling lagi melihat
Grand Palace dan Wat Pho. Saya juga harus memikirkan dimana tempat untuk
menitipkan barang-barang formal bekas acara APMUN 2012 sebelum berangkat
berpetualang kali ini.
Akhirnya saya
sampai di stasiun Hua Lampong. Dan kereta itu masih menunggu saya hingga ganti
saya yang harus menunggu kereta itu berangkat. Karena keberangkatannya terlambat
30 menit dari jadwal semula. Perlahan kereta itu meninggalkan Bangkok. Oh
Bangkok yang ramai. Bangkok yang membuatku patah hati.
gerbong kereta Bangkok-Nongkhai |
Ternyata gerbong
ini sepi sekali. Karena banyak backpacker atau wisatawan asing lebih memilih
untuk menaiki gerbong belakang, gerbong sleeper yang ketika dinaiki sudah
langsung dapat digunakan untuk berbaring. Hanya terlihat seorang pria western
berusia akhir 40an di kursi belakang saya. Pagi itu matahari terbit dengan
begitu mengesankan, hingga saya tak sanggup untuk memotret dan membaginya
dengan orang lain. Hanya mengikuti alur. Perlahan kereta Bangkok-Nongkhai
memasuki pinggiran Thailand. Bapak-bapak berwajah western yang duduk di
belakang saya pun sudah turun.
nongkhai
Pukul 10.45,
kereta dengan gerbong sangat panjang ini pun sampai di Nongkhai. Selanjutnya
saya harus cek passport untuk meninggalkan Thailand. Tidak dipungut biasa sepeserpun,
dan hanya harus membeli tiket menyebrang perbatasan ke Thannaleng sebesar 20
bath untuk kereta kelas 3. Karena hanya itu satu-satunya kereta yang tersedia.
Kalau tidak salah lihat, ada bendera Indonesia dan Malaysia di perbatasan
Thailand dan Laos, juga ada bendera kedua Negara dan bendera ASEAN. Wow.
Stasiun Nongkhai, perbatasan Thailand-Laos |
Sesampainya di
Thannaleng, saya berpikir harus menuju imigrasi untuk membuat Visa on Arrival.
Surprise! Ternyata tidak perlu visa on arrival untuk pemegang paspor Indonesia.
Sehingga uang saku saya tidak berkurang. Horeee!!!! Hanya perlu mengisi form
imigrasi. Menunggu 3 menit. Dan, WELCOME TO LAOS…
Setelah
mendapatkan stempel imigrasi, saya pun mencari mencari mobil carteran untuk
mengantarkan saya ke pusat kota. Lewat tengah hari, cuaca di Laos ini begitu
panas dan lembab, mirip Sidoarjo mungkin. Baju saya pun penuh dengan keringat.
Sesaat menunggu, ada 3 backpacker dari Belanda dan US yang bias saya ajak
sharing mobil carteran.
pemandangan Laos di Siang hari. |
Hahaha ternyata
pemandangan di Laos ini tak jauh berbeda dengan pemandangan di Blitar Selatan,
khususnya di sekitar sungai brantas. Memasuki sekitar sungai Mekong. Terdapat
banyak café dan bar, juga guest house seperti di khaosan road Bangkok. Area
backpacker yang berarti easy to get everything. Saya memilih untuk tinggal di
dormitory yang berarti harus berbagi ruang dengan lawan jenis. Namun, menurut
saya, itu adalah ide yang tepat sehingga saya tidak harus sendirian sepanjang
waktu dan bertemu dengan sesama backpacker untuk berbagi cerita. Saya tinggal
di Sabaidy Guesthouse, settathirat road
115, Vientiane. Seharga 100 bath perhari yang terletak di pusat backpacker dan
hanya berjarak sekitar 500 m dari sungai Mekong.
Menanti Senja di Tepi Sungai Mekong |
2 comments:
envy!! >.<
Kalau ke Maroko jg nggak perlu pake visa din, khusus org indonesia yg menetap dibawah 50 hari. mereka welcome bgt sama Indonesian. Soalx presiden Soekarno kepala negara pertama yg mlakukan kunjungan k Maroko,setelah Maroko merdeka. #Trans7 #baruliattadipagi
hehe
india vs thailand vs laos? india tetep yg paling "eksotis" donk.. :-D
Tsabita Shabrina (tsabitabee.blogspot.com)
saya bingung mau komen apa , mendengar ceritamu semalaman rasanya gak cukup hhhha
2 kata buatmu, wwwwonderful, aaaaammmmmmazzinnggg !
Post a Comment
Kasih comment plis....